(Logika Abu Salafy vs Logika Syaikh Muhammad Abdul Wahhab)
Para pembaca yang budiman pada tulisan ini saya akan menyampaikan logika Abu Salafy dibandingkan dengan logika Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab yang dicaci maki habis oleh Abu Salafy.
Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Abu Salafy merupakan kutipan dari gurunya Hasan Saqqoof (Abu Salafy telah menyatakan bahwa Hasan Saqqoof adalah guru beliau, silahkan lihat http://abusalafy.wordpress.com/2010/01/19/tanggapan-atas-luapan-emosi-saudara-anshari-taslim/, Abu Salafy berkata : “Al Ibânah karya Ibnu Buththah, seorang pemalsu, seperti dijelaskan guru kami; Sayyid habib Hasan As Seqaf dalam kitabnya Ilqâm al Hajar”)
Insyaa Allah pada kesempatan lain saya akan menjelaskan hakekat Hasan Saqqoof yang merupakan guru Abu Salafy yang juga sering melakukan tipu muslihat seperti sang murid Abu Salafy
Logika Abu Salafy
Logika Abu Salafy tergambarkan pada dua poin berikut ini :
Pertama : Kesyirikan kaum muysrikin Arab terletak pada penyembahan terhadap malaikat dan berhala-berhala karena meyakini berhala-berhala tersebut memiliki hak independen dalam mengatur alam semesta dan dalam memberi manfaat dan menolak mudhorot.
Tentang berhala-berhala Abu Salafy berkata ((Adapun kaum Musyrikûn Quraisy, walaupun mereka itu meyakini bahwa Pemberi rizki, Pencipta, yang mematikan dan menghidupkan, Pengatur dan Pemilik apa yang ada di langit dan di bumi adalah Allah SWT seperti dalam beberapa ayat yang telah disebutkaan Syeikh di atas, akan tetapi perlu dicermati, bahwa tidak ada pula bukti yang dapat diajukan untuk menolak bahwa mereka juga tidak meyakini bahwa berhala-berhala dan sesembahan-sesembahan mereka, baik berupa jin, manusia maupun malaikat juga memiliki pengaruh di jagat raya ini dan bahwa pengaruh sepenuhnya di bawah kendali Allah SWT! Sebab tidak tertutup kemungkinan bahwa mereka juga meyakini bahwa sesembahan mereka itu dapat menyembuhkan yang sakit, menolong dari musuh, mengusir mudharrat, dll, dan bahwa sesembahan mereka itu akan memberi syafa’at di sisi Allah dan syafa’at mereka pasti diterima dan tidak bisa ditolak oleh Allah dan sesungguhnya Allah telah menyerahkan sebagian urusan pengurusan alam kepada mereka.
Tidak sedikit ayat Al Qur’an yang menerangkan kenyataan itu, coba perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
قُلِ ادْعُوا الَّذينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَ لا تَحْويلاً
“Katakanlah:” Panggillah mereka yang kamu anggap ( tuhan ) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya.”.(QS. Al Isra’ [17];56)
وَ إِذا قيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمنِ قالُوا وَ مَا الرَّحْمنُ أَ نَسْجُدُ لِما تَأْمُرُنا وَ زادَهُمْ نُفُوراً
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah yang Maha Penyayang itu Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami ( bersujud kepada-Nya )”, dan ( perintah sujud itu ) menambah mereka jauh ( dari iman ).” (QS. Al Furqan [25];60
Bahkan dzahir dari ayat di atas ini jelas sekali bahwa mereka tidak mau sujud selain kepada arca dan berhala mereka, dan hanya berhala-berhala itu yang mereka yakini sebagai tuhan dan tiada tuhan selainnya!
قالُوا وَ هُمْ فيها يَخْتَصِمُونَ* تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفي ضَلالٍ مُبينٍ * إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعالَمينَ
“Mereka berkata sedang mereka bertengkar di dalam neraka* demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata,* karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam”.(QS. Asy Syu’ara’ [26];96-98)…..
Ayat di atas jelas menginformasikan kepada kita bahwa kaum kafir Quraisy itu berkeyakinan bahwa sesembahan mereka itu sama dengan Allah Rabbul ‘Alâmiîn, kendati tidak dari seluruh sisinya. Dan itu sudah cukup alasan dan bukti akan kemusyrikan dan kekafiran mereka!!)) (http://abusalafy.wordpress.com/2008/02/24/kitab-kasyfu-asy-sybubuhat-doktrin-takfir-wahhabi-paling-ganas2/)
Tentang malaikat Abu Salafy menyatakan bahwasanya kaum musyrikin Arab meyakini bahwa para malaikat dapat mencipta, memberi rizki dan mengatur alam raya dengan Allah SWT:, perhatikanlah perkataan Abu Salafy berikut ini :
((Inti Akidah Kaum Musyrik Adalah Keyakinan Bahwa Allah Memiliki Anak!
Bencana terbesar dalam akidah kaum Musyrik Arab terletak pada klaim mereka bahwa Allah memiliki anak –Maha Suci Allah dari anggapan itu-. Dan apakah dapat diterima akan kita bahwa setelah anggapan mereka itu, mereka juga meyakini bahwa ‘Anak-anak” Tuhan tidak memiliki independen dalam memberikan manfaat dan madharrat, atau yang benar ialah bahwa mereka meyakini bahwa “Anak-anak” Tuhan yang mereka klaim itu benar-benar memiliki independen, seperti pandangan mereka terhadap anak-anak para raja misalnya. Karena anak juga memiliki pengaruh dan kemampuan secara independen yang memungkinkannya bergerak sebagai wakil Tuhan dalam banyak urusan?
Anggapan seperti itu adalah akidah terjelek bangsa Arab. Al Qur’an menyebutkan akidah tersebut seraca menjelaskan kekejian klaim-klaim kaum Musyrik Arab. Allah SWT berfirman dalam surah Maryam ayat 88-93:
وَ قالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً * لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئاً إِدًّا * تَكادُ السَّماواتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَ تَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَ تَخِرُّ الْجِبالُ هَدًّا * أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمنِ وَلَداً * وَ ما يَنْبَغي لِلرَّحْمنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَداً * إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ إِلاَّ آتِي الرَّحْمنِ عَبْداً.
“Dan mereka berkata:” Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”.* Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,* hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh,* karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.* Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.* Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.”
Ketika menafsirkan ayat: Karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Allah berfirman: Langit-langit dan bumi serta gunung-gunung dan seluruh makhluk selain manusia dan jin benar-benar terkejut karena kemusyrikan itu dan hampir-hampir musnah akibatnya karena kemaha agungan Allah.”
Beragam ayat-ayat yang berbicara tentang akidah menyimpang mereka bahwa Allah memiliki anak. Anda dapat temukan dalam banyak tempat dalam Al Qur’an. Di antaranya
Surah Al Baqarah ayat 116:
وَ قَالُوا اتَّخَذَ اللهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَل لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ كُلٌّ لَّهُ قَانِتُوْنَ
“Mereka berkata, “Allah mempunyai seorang anak”. Maha Suci Allah! Bahkan, segala yang berada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Seluruhnya tunduk kepada-Nya.”
Surah Yunus ayat 68:
قالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَداً سُبْحانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَ ما فِي الْأَرْضِ إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطانٍ بِهذا أَ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ ما لا تَعْلَمُونَ
“Mereka berkata:” Allah mempunyai anak”. Maha Suci Allah; Dia- lah Yang Maha Kaya; kepunyaan- Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai hujah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
Surah al Kahfi:
ويُنْذِرَ الَّذينَ قالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَداً
“Dan untuk memperingatkan kepada orang- orang yang berkata:’Allah mengambil seorang anak’.”
Ayat-ayat daalam surah an Najm telah menyebutkan nama-nama tuhan-tuhan sesembahan yang mereka yakini sebagai “putri-putri” Tuhan. Allah SWT berfirman:
أفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَ الْعُزَّى * وَ مَناةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرى* أَ لَكُمُ الذَّكَرُ وَ لَهُ الْأُنْثى * تِلْكَ إِذاً قِسْمَةٌ ضيزى * إِنْ هِيَ إِلاَّ أَسْماءٌ سَمَّيْتُمُوها أَنْتُمْ وَ آباؤُكُمْ ما أَنْزَلَ اللَّهُ بِها مِنْ سُلْطانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَ ما تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَ لَقَدْ جاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدى.
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza.* Dan Manah yang ketiga, yang paling perkemudian (sebagai anak perempuan Allah).* Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan.* Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.* Itu tidak lain hanyalah nama- nama yang kamu dan bapak- bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan- sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.”
Ibnu Katsir berkata, “Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan.” Yaitu kalian menjadikan untuk Allah anak. Dan kami jadikan anak-Nya itu perempuan, sedangkan kalian memilih untuk diri kalian anak laki-laki….
إِنَّ الَّذينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلائِكَةَ تَسْمِيَةَ الْأُنْثى
“Sesungguhnya orang- orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar- benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan.” (QS an Najm;27) Allah SWT berkata mengecam kaum Musyrik karena menamakan para malaikat sebagai berjenis kelamin perempuan dan menjadikan mereka sebagai anak-anak perempuan Tuhan. Maha Tinggi Allah dari anggapan itu.”[
Asy Syaukâni berkata tentang ayat: “Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan.” Yaitu bagaimana kalian menjadikan bagi Allah sesuatu yang kalian benci untuk diri kamu sendiri yaitu anak-anak perempuan. Kalian menjadikan untuk kalian apa-apa yang kalian sukai berupa anak-anak laki-laki. Hal demikian karena klaim mereka bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.”
Kendati demikian dalam ayat 100-102 surah al An’âm disebutkan bahwa ada di antara mereka yang menjadikan anak-anak laki-laki bagi Allah SWT, sebagaimana bagi-Nya pula anak-anak perempuan.
Kenyatan bahwa mereka manjdikan para malaikta sebagai anak-anak perempuan Allah makin jelas dengan memperhatikan ayat 26-29 surah al Anbiyâ’ di bawah ini:
وَ قالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمنُ وَلَداً سُبْحانَهُ بَلْ عِبادٌ مُكْرَمُونَ * لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَ هُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ * يَعْلَمُ ما بَيْنَ أَيْديهِمْ وَ ما خَلْفَهُمْ وَ لا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضى وَ هُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ * وَ مَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلهٌ مِنْ دُونِهِ فَذلِكَ نَجْزيهِ جَهَنَّمَ كَذلِكَ نَجْزِي الظَّالِمينَ.
“Dan mereka berkata:” Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, * Mereka itu tidak mendahului- Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah- perintah-Nya.* Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati- hati karena takut kepada-Nya.* Dan barang siapa di antara mereka mengatakan:” Sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang lalim.”
Yang penting bahwa keyakinan Allah SWT memiliki anak-anak adalah akidah dasar kaum Musyrik Arab yang ditegaskan dalam Al Qur’an secara besar-besaran. Dan akidah itu ditegakkan di atas pondasi keyakinan bahwa anak-anak itu memiliki peran dalam pengaturan/rubûbiah alam semesta walaupun tidak secara penuh! Artinya Allah diyakini sebagai Tuhan teragung sedangkan anak-anak (yang mereka pertuhankan dan mereka sembah) adalah tuhan-tunah “yunior”.
Hal itu jelas bagi kita dengan memerhatikan ketarangan di bawah ini.
Pembuktian Akan hal Itu :
Pertama yang akan membuktikan kepada kita bahwa kaum Musyrik Arab meyakini bahwa “anak-nak” Tuhan dalam klaim mereka itu juga memiliki kekuasaan dan kemampuan dzâtiyah (yang disandang dalam diri) yang luar biasa dan bersifat independen. Sebab adanya kesejinisan antara ‘Bapak’ dan ‘Anak’ meniscayakan hal itu. Jika tidak maka mereka (anak-anak) itu tidak laik disebut ‘Anak’.
Allah SWT berfirman: “Dan mereka berkata:”Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Dengan akidah itu mereka hendak berkata, bahwa para malaikat itu bersejenis dengan Allah. Maka Allah membantah: “Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Semua yang ada akan datang menghadap Allah sebagai hamba tidak lebih. Mereka adalah hamba-hamba Alllah tidak akan pernah naik status sebagai yang memiliki sifat ketuhanan dan tidak pula akan menjadi yang bersejenis dengan Allah dan tidak akan menyekutui Allah dalam urusan apapun.
Al Qurthubi berkata, “Dan barang siapa membolehkan untuk menjadikan malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah berarti ia menjadikan para malaikta itu sebagai yang serupa dengan Allah. Sebab anak itu sejenis dan serupa dengan bapaknya.”
Keterangan serupa juga dijelaskan oleh an Nasafi alam tafsirnya. Ia berkara, “Kemudian Allah makin menekankan kepalsuan mereka dengan firman-Nya:
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَ ما كانَ مَعَهُ مِنْ إِلهٍ إِذاً لَذَهَبَ كُلُّ إِلهٍ بِما خَلَقَ وَ لَعَلا بَعْضُهُمْ عَلى بَعْضٍ سُبْحانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, (sebab Allah Maha Suci dari naw’ dan bersejenis. Dan anak seseorang pasti sejenis dengan bapaknya) dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya,(tiada bersama sekutu dalam ketuhanan) kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, (niscaya setiap tuhan akan menyendiri dengan apa yang ia ciptakan)… .”
Keterangan serupa juga disampaikan oleh al Alûsi dalam tafsir Rûh al Ma’âni, jilid X juz, 18/90.
Keterangan para ulama dan mufassir itu menjelaskan kepada kita sebuah kesimpulan bahwa tidak ada makna bagi keyakinan adanya anak bagi Allah kecuali juga dengan disertai keyakinan bahwa ‘Anak’ itu sejenis dengan ‘Bapak’. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifati. Dan tidaklah ada arti bagi keykinan bahwa ‘Anak’ itu sejenis dengan ‘Bapak’ melainkan adanya keserupaan/mitsliyah. Dan tidak ada makna bagi keyakinan adanya mitsliyah melainkan jika diyakini bahwa ‘Anak’ itu memiliki pengaruh dalam penciptaan dan pengaturan. Sebab tidak mungkin mereka diyakini sebagai anak-anak perempuan Allah lalu mereka tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan selain hanya memintakan syafa’at kepada “Tuhan Bapak”. Mereka adalah tuhan-tuhan yang disembah dan dimintai bantuan karena mereka adalah tuhan-tuhan yang memiliki kekuasaan luar biasa/khâriqah dan secara independen dari “Tuhan bapak”)) Demikian perkataan Abu Salafy sebagaimana termaktub dalam :
(http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/08/benarkan-kaum-musyik-arab-beriman-kepada-tauhid-rububiyyah-allah-bantahan-untuk-ustad-firanda-i/)
Bahkan dalam beberapa tulisannya Abu Salafy berusaha menggambarkan bahwa kaum musyrikin Arab tidak mengakui adanya Allah (meskipun akhirnya ustadz Abu Salafy lupa akan pernyataannya ini dan berusaha untuk mengingkarinya)
Kedua : Jadi kesyirikan kaum musyrikin Arab bukan pada hal menjadikan berhala-berhala tersebut sebagai pemberi syafaat dan sebagai pendekat bagi mereka di sisi Allah.
Sehingga dengan ini Abu Salafy berkesimpulan bahwa meminta kepada mayat orang sholeh dengan berkata : Wahai fulan berilah syafaat kepadaku di sisi Allah, bukanlah kesyirikan. Jangankan hanya meminta syafaat bahkan meminta selain itupun boleh selama tidak meyakini bahwasanya orang-oarng sholeh tersebut memiliki hak independent dalam rububiyyah. Bahkan jika seseorang berkata kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah sembuhkanlah penyakitku, hilangkanlah kesulitanku” maka ini bukanlah kesyirikan menurut sang ustadz. Karena lafal-lafal syirik seperti ini harus dibawakan kepada makna “Wahai Rasulullah doakanlah aku, atau mintakanlah kepada Allah untukku agar menyembuhkan aku dan menghilangkan kesulitanku”. Lihat (http://abusalafy.wordpress.com/2008/05/22/kitab-kasyfu-asy-sybubuhat-doktrin-takfir-wahhabi-paling-ganas-18/) Para pembaca yang budiman inilah doktrin paling penting yang akan kita bahas pada makalah berikutnya (seri 6) setelah tulisan ini
Logika Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab:
Logika beliau rahimahullah tergambarkan pada dua poin berikut ini :
Pertama : Kesyirikan kaum musyrikin Arab bukanlah pada tauhid rububiyyah akan tetapi pada tauhid Uluhiyyah
Kedua : Hakekat kesyirikan mereka adalah penyembahan terhadap patung-patung orang sholeh atau penyembahan terhadap para malaikat. Akan tetapi :
Penyembahan tersebut bukan karena meyakini bahwa para malaikat dan orang-orang sholeh memiliki hak independent dalam rububiyyah (pengaturan alam semesta dan hal memberi rizki), akan tetapi karena menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai perantara yang bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan juga sebagai pemberi syafaat bagi mereka di sisi Allah dalam memenuhi hajat dan kebutuhan mereka dalam kehidupan dunia.
Karenanya kesimpulannya berdoa kepada ruh para nabi dan orang-orang sholeh merupakan kesyirikan
Oleh karenanya pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang hakekat kesyirikan kaum muysirikin Arab agar nampak jelas logika siapakah yang benar? Apakah logika Abu Salafy ataukah logika Syaikh Muhhammad bin Abdil Wahhaab??
Peringatan 1 : Abu Salafy plin plan
Abu Salafy berkata :
((Tetapi anehnya, Ustadz Firanda berulang kali dan entah mengapa dan entah pula dari mana sumbernya mengatakan bahwa saya berpendapat bahwa KAUM MUSYRIK ARAB MENGINGKARI ADANYA ALLAH!
Apa yang ia katakan itu sungguh aneh buat saya… entah dari mana ia mengambilnya… dan anehnya lagi tidak cukup sekali ia mengatakannya bahwa saya berpendapat begitu!…..Saya tidak ingat di mana saya mengatakan pendapat seperti itu, jika Ustadz Firanda tahu tolong dikabarkan kepada saya, mungkin saya sudah pikun atau salah menulis dan Andalah yang ingat dan tahu. Jadi tolong Anda tegur saya, agar saya segera meralat pendapat keliru itu!!!
Apa yang ia katakan berulang kali ini adalah bukti konkrit kebenaran perkataan ulama bahwa kaum Wahhâbi itu sulit memahami kata-kata lawan bicaranya!
Mengajak diskusi mereka itu, atau paling tidak sebagian dari mereka seperti mengajak diskusi atau berbicara dengan kaum yang disifatkan dalam firman-Nya:
… وَجَدَ مِنْ دُونِهِما قَوْماً لا يَكادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلاً
“… dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.” (QS. Al Kahfi;93)
Karenanya, seperti berulang kali saya tegaskan bahwa saya tidak tertarik meladeni kaum yang mengalami problem komunikasi dengan lawan diskusinya… alias sulit mengerti ucapan orang lain! Oleh sebab itu saya akan menfokuskan membahas bukti-bukti yang mendukung kesimpulan saya dalam masalah ini)) Demikian perkataan Ustadz Abu Salafy, lihat (http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/22/benarkan-kaum-musyrik-arab-beriman-kepada-tauhid-rububiyyah-allah-bantahan-untuk-ustad-firanda-ii/), yang seperti kebiasaannya suka menyandangkan ayat-ayat al-Qur’an untuk mengejek saya, sebagaimana dalam pernyataannya di atas menyandangkan ayat QS. Al Kahfi;93 kepada saya.
Firanda berkata :
Sungguh saya heran melihat ulah sang ustadz, bagaimana dia bisa lupa dengan apa yang dia utarakan. Saya ingatkan kembali pernyataan sang ustadz yang saya kutip dalam tulisan saya :
((Ustadz Abu Salafy berkata :((Di sini ia (Muhammad bin Abdil Wahhaab-red) hanya menyebut ayat-ayat yang menunjukkan kepercayaan global kaum Musyrikûn bahwa Allah Pencipta dan Pemberi rizki. Sementara itu pernyataan mereka itu bisa saja mereka sampaikan dalam rangka membela diri di hadapan hujatan tajam Al Qur’an, bukan muncul dari i’tiqâd dan keimanan. Sebab jika benar keyakinan mereka itu, pastilah meniscayakan mereka menerima keesaan Allah dan karasulan Nabi Muhammad saw. serta konsistensi dalam menjalankan berbagai ibadah yang diajarkannya. Karenanya, Allah SWT memerintah Nabi-Nya agar mengingatkan mereka akan konsekuansi dari apa yang mereka nyatakan itu; Maka katakanlah: ”Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” dan. Katakanlah: ”(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu.”?!
Seakan Allah SWT mengecam mereka bahwa mereka bebohong dalam apa yang mereka nyatakan dengan lisan mereka! Dan sesungguhnya mereka tidak beriman kepada Allah sebagai Dzat Maha Pencipta, Khâliq, Maha Pemberi rizki, Râziq. Sementara pada waktu yang sama mereka juga tidak dapat memngatakan bahwa berhala-berhala sesembahan mereka itulah yang menciptakan langit dan bumi.
Demikian sebagian ulama Islam memahami ayat-ayat di atas. Dan andai pemahaman di atas ini tidak disetujui dan dianggap lemah, dan apa yang dinyatakan kaum Musyrikûn itu adalah sesuai apa yang mereka yakini, maka perlu diketahui bahwa sekadar mengimani Allah sebagai Dzat Maha Pencipta, Khâliq, Maha Pemberi rizki, Râziq tidaklah cukup alasan dikelompokkan sebagai kaum beriman jika mereka menyembah selain Allah SWT. seperti yang dilakukan kaum Musyrikûn)) (lihat http://abusalafy.wordpress.com/2008/02/25/kitab-kasyfu-asy-sybubuhat-doktrin-takfir-wahhabi-paling-ganas3/)
Para pembaca yang budiman, dari penggalan perkataan ustadz Abu Salafy di atas kita bisa melihat dengan sangat jelas bahwasanya sang ustadz meragukan bahwasanya kaum musyrikin mengakui bahwasanya Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan memberi rizqi kepada mereka. Dan sang ustadz mentakwilkan seluruh ayat dalam Al-Qur’an -yang menyebutkan tentang pengakuan kaum musyrikin tersebut- kepada makna bahwasanya pengakuan tersebut hanyalah kebohongan yang diucapkan kaum musyrikin untuk berkilah saja.
Untuk mendukung pemahamannya ini sang ustadz membawakan firman Allah yaitu :
وَ إِذا قيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمنِ قالُوا وَ مَا الرَّحْمنُ أَ نَسْجُدُ لِما تَأْمُرُنا وَ زادَهُمْ نُفُوراً
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah yang Maha Penyayang itu Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya )”, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman ).” (QS. Al Furqan :60)
Ustadz Abu Salafy berkata : ((Bahkan dzahir dari ayat di atas ini jelas sekali bahwa mereka tidak mau sujud selain kepada arca dan berhala mereka, dan hanya berhala-berhala itu yang mereka yakini sebagai tuhan dan tiada tuhan selainnya!)) (lihat http://abusalafy.wordpress.com/2008/02/24/kitab-kasyfu-asy-sybubuhat-doktrin-takfir-wahhabi-paling-ganas2/)
Dan untuk semakin menegaskan kebenaran pemahaman ini maka sang ustadz Abu Salafy mengatakan bahwasanya ini adalah pemahaman sebagian ulama Islam…))
Setelah itu ustadz Abu Salafy membantah tulisan saya ini dalam tulisannya (http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/08/benarkan-kaum-musyik-arab-beriman-kepada-tauhid-rububiyyah-allah-bantahan-untuk-ustad-firanda-i/)
Dan ia berkata dalam tulisannya itu ((Sementara seperti yang Anda saksikan, apa yang saya sajikan tidak semestinya mengundang reaksi brutal seperti itu, seakan saya sedang memutar-balikkan ayat-ayat suci Al Qur’an atau mengkufurinya dan mengharuskannya pamer kehebatan dalam memahami tafsir Al Qur’an! Sebab, jujur saya katakan, apa yang ia sajikan baru setengah dari tafsir Salaf atau bahkan kurang! Sebab, bukankah pembaca yang budiman menyaksikan bagaimana menyebutkan apa yang saya katakan itu adalah pendapat sebagian ahli tafsir… yang jika toh tidak diterima dan dianggap salah, saya pun telah menyajikan alternatif lain, seperti dapat And baca!))
Apa yang disajikan sang ustadz Abu Salafy? Apa yang dikatakan sang ustadz? Yaitu pernyataan beliau bahwasanya kaum musyrikin Arab mengingkari wujud Allah. Dan ia menyatakan bahwasanya ini adalah pendapat Ahli Tafsir.
Maka tatkala saya meminta sang ustadz untuk mendatangkan perkataan Ahli Tafsir maka sang ustadzpun nekad untuk berdusta atas nama Imam Al-Qurthubi, demi menguatkan pernyataannya bahwasanya kaum musyrikin Arab mengingkari wujudnya Allah. Sebagaimana telah saya jelaskan kedustaannya dalam tulisan saya (https://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/113-sekali-lagi-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-bag-2)
Lantas sekarang sang ustadz mengingkari apa yang pernah ia utarakan…???!!! Lantas kenapa dia nekad berdusta untuk membela apa yang tidak pernah ia nyatakan ..???!!. Lalu menuduh saya (bahkan kaum wahabi) tidak paham pembicaraan lawan diskusi…???
Bukankah sang ustadz yang asal menuduh Ibnu Taimiyyah dan mencapnya sebagai munafik karena tidak paham perkataan Ibnu Taimiyyah…??? Sehingga akhirnya berdusta menuduh Ibnu Taimiyyah mencela Ali bin Abi Tholib dan Umar bin Al-Khotthoob radhiallahu ‘anhumaa???
Peringatan 2 : Abu Salafi hanya taqlid kepada Hasan Saqqoof
Para pembaca yang budiman pernyataan “bahwasanya kaum musyrikin Arab tatakala ditanya siapa yang menciptakan langit dan bumi lantas mereka menjawab Allah hanya karena berkilah” tidak saya dapatkan dari perkataan seorang ahli tafsirpun. Bahkan saya sudah menuntut Abu salafy untuk mendatangkan perkatan satu orang saja Ahli Tafsir yang menyatakan demikian (lihat kembali tulisan saya https://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/113-sekali-lagi-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-bag-2), namun hingga saat ini saya masih dalam masa penungguan. Karena Abu Salafy telah menyatakan itu adalah tafsiran sejumlah ulama Islam.
Rupanya dalam hal ini Abu Salafy hanya bertaqlid kepada gurunya Hasan Saqqoof dalam tulisannya At-Tandidd bi man ‘addada At-Tauhiid, Ibtool Muhaawalat At-Tatsliits fi At-Tauhiid wa Al-‘Aqiidah Al-Islamiyah yang Alhamdulillah telah dibantah oleh Prof DR Abdurrozzaaq Al-Badr dalam kitabnya “Al-Qoul As-Sadiid fi Ar-Rod ‘Alaa Man Ankaro taqsiim At-Tauhiid”, dan bantahan ini bisa didownload di http://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_books/single3/ar_alkawl_assadid.pdf
Rupanya Abu Salafy hanya bertaqlid buta kepada gurunya dan tidak mampu mendatangkan perkataan mufassirin yang mendukung pendapatnya. Adapun hakekat Hasan Saqqoof maka akan saya jelaskan pada kesempatan yang lain insyaa Allah.
Para pembaca yang budiman kita kembali ke topik utama kita yaitu tentang apa sih hakekat kesyirikan kaum musyrikin Arab sehingga jelas manakah yang benar?, apakah logika Abu Salafy ataukah logika Muhammad bin Abdil Wahaab?
Hakikat kesyirikan kaum musyrikin
Sebagaimana pernah saya jelaskan bahwasanya kaum musyrikin Arab selain mengakui adanya Allah dan Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi rizki kepada mereka, mereka juga beribadah kepada Allah (lihat kembali https://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/82-persangkaan-abu-salafy-al-majhuul-bahwasanya-kaum-musyrikin-arab-tidak-mengakui-rububiyyah-allah). Kondisi kaum musyrikin Arab yang juga beribadah kepada Allah adalah perkara yang sangat ma’ruf dan diketahui bagi siapa saja yang membaca siroh Nabi dan juga menelaah kitab-kitab hadits. Hal ini tentunya tidak mengherankan karena mereka memang masih mewarisi peninggalan ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihima as-salaam. Oleh karenanya kaum Arab dahulu bertauhid, baik dalam tauhid uluhiyyah (peribadatan hanya kepada Allah) apalagi tauhid Rububiyyah. Akan tetapi kemudian timbul kesyirikan yang dibawa oleh ‘Amr Al-Khuzaa’i.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallah telah menegaskan hal ini dalam sabdanya :
رأيت عَمْرَو بن عَامِرٍ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ في النَّارِ وكان أَوَّلَ من سَيَّبَ السُّيُوبَ
“Aku melihat ‘Amr bin ‘Aamir Al-Kuzaa’i menggeret ususnya di neraka, ia adalah orang yang pertama kali melakukan saibah” (HR Al-Bukhari no 333 dan Muslim no 2856)
Dalam riwayat yang lain :
إِنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ غَيَّرَ دِيْنَ إِسْمَاعِيْلَ، فَنَصَبَ الأَوْثَانَ وَبحَّر البَحِيْرَةَ وَسَيَّبَ السَّائِبَةَ وَوَصَلَ الْوَصِيْلَةَ وَحَمَّى الحَامِي
“Ia adalah orang yang pertama kali merubah agama Ismail, ia telah menegakan berhala-berhala, mengadakan bahiroh, saibah, wasilah, dan haami” (diriwayatkan oleh Ibnu Ishaaq dalam shirohnya, lihat Fathul Baari 6/549 dan As-Shahihah no 1677, adapun makna saibah, bahiiroh, washilah, dan haami maka silahkan lihat tafsir surat Al-Maaidah ayat 103, yang semuanya merupakan khurofat yang berkaitan dengan jenis onta atau domba)
Lantas jika kaum musyrikin meyakini bahwasanya Allah satu-satunya pencipta dan pemberi rizki, lantas kenapa mereka berbuat kesyirikan? Artinya selain mereka beribadah kepada Allah kenapa mereka juga beribadah kepada selain Allah??!!
Allah telah menjelaskan sebab mereka berbuat kesyirikan adalah persangkaan kaum musyrikin bahwasanya kesyirikan yang mereka lakukan (peribadatan kepada berhala) adalah dalam rangka mendekatkan diri mereka kepada Allah. Jadi sesembahan-sesembahan mereka hanyalah perantara yang mendekatkan mereka kepada Allah dan diharapkan memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah. Ada dua ayat yang menjelaskan rahasia kenapa kaum musyrikin Arab menyembah berhala :
Ayat pertama : firman Allah :
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (٣)
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Az-Zumar : 3)
At-Thobari berkata :
“Allah ta’aala berkata : Dan orang-orang yang mengambil wali-wali selain Allah yang mereka berwalaa kepada para wali tersebut dan menyembah mereka selain Allah, mereka berkata kepada para wali tersebut : Kami tidaklah menyembah kalian wahai para sesembahan-semsembahan (selain Allah-pen) kecuali agar kalian mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya, mendekatkan kedudukan kami kepada Allah dan kalian memberi syafaat bagi kami di sisi Allah dalam (memenuhi-pen) hajat (kebutuhan) kami” (Tafsiir At-Thobari 20 :156).
Lebih tegas lagi perkataan Imam Al-Qurthubi, beliau rahimahullah berkata :
“Firman Allah ((Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah)) yaitu berhala-berhala… mereka berkata : ((Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya)). Qotadah berkata : Jika dikatakan kepada mereka : “Siapakah Rob kalian dan pencipta kalian?, siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit?, mereka menjawab : Allah. Maka dikatakan kepada mereka : (Jika demikian-pen) maka apa makna (hakikat) ibadah kalian kepada berhala?. Mereka berkata : Agar berhala-berhala tersebut mendekatkan kami kepada Allah dan memberi syafaat bagi kami di sisi Allah” (Tafsiir Al-Qurthubi 18/247)
Sungguh perkataan Qotaadah yang dinukil oleh Al-Qurthubi benar-benar sama dengan logika Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.
Terlebih-lebih lagi perkataan Ibnu Katsiir rahimahullah berikut ini :
“Kemudian Allah Ta’aalaa mengabarkan tentang para penyembah berhala dari kaum musyrikin, bahwasanya mereka berkata “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”, yaitu hanyalah yang mendorong mereka untuk menyembah berhala-berhala tersebut adalah mereka membuat patung-patung di atas bentuk para malaikat yang mendekatkan (kepada Allah-pen) menurut persangkaan mereka. Maka merekapun menyembah patung-patung berbentuk tersebut dengan menempatkannya sebagai peribadatan mereka kepada para malaikat, agar para malaikat memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah dalam menolong mereka dan memberi rizki kepada mereka dan perkara-perkara dunia yang menimpa mereka…
Oleh karenanya mereka berkata dalam talbiyah mereka tatkala mereka berhaji di zaman jahiliyyah : “Kami Memenuhi panggilanmu Ya Allah, tidak ada syarikat bagiMu kecuali syarikat milikMu yang Engkau memilikinya dan ia tidak memiliki”
Syubhat inilah yang dijadikan sandaran oleh kaum musyrikin zaman dahulu dan zaman sekarang. Dan datanglah para Rasul –’alaihimus salaam- membantah syubhat ini dan menafikannya dan mereka menyeru kepada mengesakan beribadah hanya untuk Allah tidak ada syarikat bagiNya dan (menjelaskan) bawahasanya perkara ini (syubhat ini-pen) hanyalah rekayasa kaum musyrikin yang mereka buat-buat dari mereka sendiri, Allah tidak mengizinkannya dan tidak meridhoinya, bahkan Allah membencinya dan melarangnya…” (Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adziim 12/111-112)
Para pembaca yang budiman dalam pernyataannya ini Ibnu Katsir dengan tegas menyatakan bahwa syubhat mencari syafaat inilah yang telah menjerumuskan kaum muysrikin zaman dahulu dan zaman sekarang. Dan para rasul diutus oleh Allah untuk menghilangkan dan melarang syubhat ini. Inilah logika Muhammad bin Abdil Wahhaab…camkanlah hal ini wahai ustadz Abu Salafy !!!
Ayat kedua, firman Allah :
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada Kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (QS Yunus : 18)
“…Karena sesembahan-sesembahan tidak memberi syafaat bagi mereka (kaum musyrikin) di sisi Allah baik di langit maupun di bumi. Kaum musyrikin menyangka bahwasanya sesembahan-sesembahan (selain Allah) memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah….((Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan)), Allah berkata (demikian) sebagai pensucian dan ketinggian bagi Allah atas apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin dimana mereka berbuat syirik dalam peribadatan kepada Allah dengan juga beribadah kepada sesuatu yang tidak memberi kemudhorotan dan tidak memberi kemanfaatan” (Tafsiir At-Thobari 12/142-143)
Al-Qurthubi berkata :
“Firman Allah ((Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan)) yaitu berhala-berhala ((Dan mereka berkata : Patung-patung itu adalah pemberi syafa’at kepada Kami di sisi Allah)), ini adalah puncak dari kejahilan mereka, dimana mereka menunggu syafaat di kemudian hari dari sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan mudhorotnya sekarang. Dan dikatakan ((Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada Kami)) yaitu mereka memberi syafaat bagi kami di sisi Allah dalam perbaikan kehidupan kami di dunia” (Tafsiir Al-Qurthubi 10/470)
Dari dua ayat diatas beserta penjelasan para ulama tafsir maka ada beberapa hal yang bisa kita simpulkan :
Pertama : Patung-patung yang disembah oleh kaum muysrikin Arab adalah simbol dari orang-orang sholeh atau malaikat yang disangka oleh mereka dekat dengan Allah dan bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan memberi syafaat kepada mereka. Jadi jangan disangka bahwa patung-patung tersebut hanyalah sekedar batu tanpa simbol apapun. Hal ini sebagaimana tadi telah ditegaskan oleh Ibnu Katsiir dimana ia berkata “mereka membuat patung-patung di atas bentuk para malaikat yang mendekatkan (kepada Allah-pen) menurut persangkaan mereka. Maka merekapun menyembah patung-patung berbentuk tersebut dengan menempatkannya sebagai peribadatan mereka kepada para malaikat, agar para malaikat memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah dalam menolong mereka dan memberi rizki kepada mereka dan perkara-perkara dunia yang menimpa mereka…” (Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adziim 12/112).
Hal ini juga sebagaimana penjelasan Ar-Roozi dalam tafsirnya dimana ia berkata (tatkala menafsirkan surat Yunus ayat : 18):
“Ketahuilah bahwasanya sebagian orang berkata bahwasanya meraka orang-orang kafir menyangka bahwasanya peribadatan kepada berhala-berhala lebih besar dalam pengagungan terhadap Allah daripada beribadah kepada Allah (langsung-pen). Mereka berkata : “Kami tidak memiliki kelayakan untuk beribadah kepada Allah, akan tetapi kami beribadah kepada berhala-berhala ini, dan berhala-berhala ini merupakan pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah”. Kemudian mereka berbeda pendapat tentang kenapa kaum kafir menyatakan bahwasanya berhala-berhala tersebut adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah?, merekapun menyebutkan banyak pendapat…
Pendapat yang keempat : Mereka (kaum kafir) menjadikan patung-patung dan arca-arca dalam bentuk para nabi-nabi mereka dan orang-orang mulia mereka, dan mereka menyangka bahwasanya jika mereka beribadah kepada patung-patung tersebut maka orang-orang mulia tersebut akan menjadi pemberi syafaat bagi mereka di sisi Allah. Dan yang semisal ini di zaman sekarang ini banyak orang yang mengagungkan kuburan-kuburan orang-orang mulia dengan keyakinan bahawasanya jika mereka mengagungkan kuburan-kuburan orang-orang mulia tersebut maka mereka akan menjadi pemberi syafaat bagi mereka di sisi Allah” (Mafaatiihul Goib/At-Tafsiir Al-Kabiir 17/63)
Mahmuud Syukri Al-Aluusi berkata:
“Para penyembah berhala, dan mereka adalah kaum (Arab) yang mengakui adanya pencipta, dan mengakui permulaan penciptaan, dan sedikit kebangkitan kembali. Mereka mengingkari para rasul dan menyembah berhala-berhala, dan mereka berhaji kepada berhala-berhala tersebut dan menyembelih sembelihan-sembelihan kepada berhala-berhala tersebut. Mereka mendekatkan diri mereka kepada berhala-berhala tersebut dengan manasik dan masyaa’ir, mereka menghalalkan (apa yang diharamkan Allah-pen) dan mengharamkan (apa yang dihalalkan Allah-pen). Dan (model) mereka inilah mayoritas Arab. Dan pengakuan mereka terhadap pencipta itulah yang dinamakan dengan tauhid Rububiyah. Dan inilah yang diakui oleh seluruh orang-orang kafir, tidak seorangpun dari mereka yang menyelisihi hal ini kecuali Tsanawiyah dan sebagian Majusi. Adapun selain kedua kelompok ini dari seluruh jenis kaum kafir dan musyrik maka mereka sepakat bahwasanya pencipta alam, pemberi rizki kepada mereka, pengatur alam semesta, pemberi manfaat dan mudhorot dan penolong mereka adalah Maha Esa, tidak ada robb, tidak ada pencipta, tidak ada pemberi rizki, tidak ada pengatur, tidak ada yang memberi manfaat dan mudhorot dan tidak ada penolong selainNya. Sebagaimana firman Allah
“Jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi maka mereka akan menjawab : Allah”, “Jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka, maka mereka akan menjawab : Allah”, “Katakanlah siapa pemilik bumi dan penghuninya jika kalian mengetahui?, mereka akan menjawab : milik Allah”, “Katakanlah siapa yang telah memberi rizki kepada kalian dari langit dan bumi?, siapakah yang memiliki pendengaran dan penglihatan?, dan siapakah yang menghidupkan yang mati, dan siapakah yang mematikan yang hidup? Dan siapakah yang mengatur segala perkara?, maka mereka akan menjawab : Allah”.
Dan mereka meyakini bahwasanya dengan menyembah berhala berarti mereka menyembah Allah dan bertaqorrub kepadaNya. Akan tetapi metode-metode mereka bervariasi. Ada sekelompok dari mereka yang berkata : “Kami tidak pantas untuk beribadah kepada Allah tanpa adanya perantara karena agungnya Allah, maka kamipun menyembah berhala-berhala tersebut agar mereka mendekatkan kami kepada Allah, sebagaimana yang dihikayatkan oleh Allah :
“Tidaklah kami menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”
Dan ada kelompok yang berkata : Para malaikat memiliki kedudukan dan manzilah di sisi Allah maka kamipun membuat patung-patung seperti bentuk malaikat agar mereka mendekatkan kami kepada Allah” (Buluughul Arob fi ma’rifati Ahwaalil ‘Arob 2/197)
Lebih mendukung hal ini adalah salah satu sesembahan kaum musyrikin adalah “Laata” merupakan patung seorang sholeh yang suka membuat adonan makanan untuk para jama’ah haji. Imam Al-Bukhari meriwayatkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ { اللَّاتَ وَالْعُزَّى } كَانَ اللَّاتُ رَجُلًا يَلُتُّ سَوِيقَ الْحَاجِّ
“Dari Ibnu Abbaas radhiallahu ‘anhu tentang firman Allah ((Laat dan Uzzah)) (ia berkata) : Laata dahulu adalah seorang yang membuat adonan makanan haji” (HR Al-Bukhari no 4859)
Imam At-Thobari juga meriwayatkan dalam tafsirnya
“Dari Mujaahid, ia berkata : “Al-Laata dahulu membuat adonan makanan bagi mereka, lalu iapun meninggal, maka merekapun i’tikaaf (diam dalam waktu yang lama-pen) di kuburannya maka merekapun menyembahnya” (Tafsiir At-Thobari 22/47)
Demikian pula diantara patung-patung yang disembah oleh kaum musyrikin Arab adalah patung-patung yang dahulunya disembah oleh kaum Nabi Nuuh ‘alaihis salaam. Patung-patung tersebut merupakan patung-patung orang-orang yang sholeh yang bernama Wad, Suwaa’, Yaguuts, Ya’uuq, dan Nasr.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbaas radhiallahu ‘anhumaa, ia berkata :
صَارَتْ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُوحٍ فِي الْعَرَبِ بَعْدُ أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ وَأَمَّا سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجَوْفِ عِنْدَ سَبَإٍ وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِمْيَرَ لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنْ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمْ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
“Patung-patung yang tadinya berada di kaum Nuuh berpindah di kaum Arab. Adapun Wadd menjadi (sesembahan-pen) kabilah Kalb di Daumatul Jandal, dan adapun Suwaa’ berada di kabilah Hudzail. Adapun Yaguuts di kabilah Murood kemudian berpindah di kabilah Guthoif di Jauf di Saba’. Adapun Y’auuq berada di kabilah Hamdan. Adapun Nasr maka di kabilah Himyar di suku Dzul Kilaa’. Mereka adalah nama-nama orang-orang sholeh dari kaum Nuuh. Tatkala mereka wafat maka syaitan membisikkan kepada kaum Nuuh untuk membangun di tempat-tempat yang biasanya mereka bermajelis patung-patung dan agar patung-patung tersebut diberi nama sesuai dengan nama-nama mereka. Maka kaum Nuuh melakukan bisikan syaitan tersebut, dan patung-patung tersebut belum disembah. Hingga tatkala kaum yang membangun patung-patung tersebut meninggal dan ilmu telah dilupakan maka disembahlah patung-patung tersebut” (Shahih Al-Bukhari no 4920)
Ibnu Hajar berkata :
“Dan kisah orang-orang sholeh merupakan awal peribadatan kaum Nuuh terhadap patung-patung ini, kemudian mereka diikuti oleh orang-orang setelah mereka atas peribadatan tersebut” (Fathul Baari 8/669)
Kedua : Kesyirikan yang mereka lakukan intinya adalah karena dua perkara:
Pertama : Sesembahan-sesembahan tersebut sebagai perantara yang bisa mendekatkan mereka kepada Allah. Hal ini sangatlah jelas ditunjukkan oleh firman Allah surat Az-Zumar ayat 3 dimana kaum musyrikin berkata ((Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya))
Az-Zamaksyari berkata tatkala menafsirkan firman Allah
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ (١٦٥)
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah (QS Al-Baqoroh : 165)
“Sebagaimana mereka (kaum musyrikin-pen) mencintai Allah, yaitu mereka menyamakan antara Allah dengan tandingan-tandingan selain Allah dalam kecintaan mereka, karena mereka mengakui Allah dan bertaqorrub kepada Allah. Jika mereka berlabuh di lautan maka mereka berdoa kepada Allah dengan ikhlas.
((Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah)) karena mereka (kaum mukminin) tidak berpaling kepada selain Allah, berbeda dengan kaum musyrikin mereka hanya meninggalkan sesembahan-sesembahan mereka menuju kepada Allah tatkala dalam keadaan sulit, maka merekapun tunduk kepada Allah dan mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai perantara antara mereka dengan Allah, maka mereka berkata ((Sesembahan-sesembahan kami adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah))” (Al-Kasyaaf 1/354)
Kedua : Untuk memperoleh syafaat dari sesembahan-sesembahan mereka di sisi Allah. Oleh karenanya Allah berfirman dalam ayat yang lain (selain dua ayat di atas):
وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ مِنْ شُرَكَائِهِمْ شُفَعَاءُ
Dan sekali-kali tidak ada pemberi syafa’at bagi mereka dari syarikat-syarikat mereka (QS Ar-Ruum : 13)
Al-Qurthubi berkata :
“((Dan sekali-kali tidak ada dari syarikat-syarikat mereka)) yaitu apa-apa yang mereka sembah selain Allah ((yang memberikan syafaat bagi mereka dan mereka (di akhirat kelak-pen) kafir kepada sesembahan-sesembahan mereka)), mereka berkata : Sesembahan-sesembahan kami bukanlah tuhan-tuhan. Maka merekapun berlepas diri dari sesembahan-sesembahan mereka dan sesembahan-sesembahan mereka juga berlepas diri dari mereka” (Tafsiir Al-Qurthubi 16/404)
Allah juga berfirman :
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلا يَعْقِلُونَ (٤٣)قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٤٤)
Apakah mereka mengambil pemberi syafa’at selain Allah. Katakanlah: “Dan Apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?”
Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan” (QS Az-Zumar 43-44)
Kedua tujuan tersebut merupakan hal yang saling melazimi, artinya mereka beribadah kepada patung-patung dan para malaikat adalah untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah.
Bahkan dzohir dari ayat 18 dari surat Yunus menunjukkan tidak ada tujuan lain dari peribadatan terhadap berhala kecuali tujuan ini. Oleh karenanya Allah menggunakan metode nafyi dan itsbaat ((Tidaklah kami menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya)) ini adalah pembatasan tujuan, artinya tidak ada tujuan lain bagi mereka selain ini. Atau meskipun ada tujuan lain bagi mereka selain ini, akan tetapi inilah tujuan utama mereka. Oleh karenanya kita bisa katakan bahwasanya hukum asal mereka menyembah berhala adalah untuk bertaqorrub kepada Allah hingga datang dalil yang lain yang menunjukkan tujuan lain.
Ketiga : Manfaat yang mereka harapkan dari sesembahan mereka bukanlah karena mereka meyakini bahwasanya sesembahan-sesembahan mereka ikut mengatur alam semesta ini akan tetapi manfaat yang mereka harapkan adalah sekedar manfaat syafaat. Ingatlah hal ini, karena hal ini merupakan inti permasalahan. Fungsi para sesembahan tersebut adalah hanya sebagai pemberi syafaat di sisi Allah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam dua ayat di atas.
Ar-Roozi berkata tatkala menafsirakan firman Allah surat Ar-Ro’d ayat 16:
“((Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?)), yaitu perkara-perkara ini (sesembahan-sesembahan) yang disangka oleh mereka sebagai syarikat-syarikat Allah, tidaklah memiliki penciptaan sebagaimana penciptaan Allah hingga bisa mereka katakan bahwasanya sesembahan-sesembahan tersebut bersyarikat dengan Allah dalam penciptaan, sehingga wajib untuk bersyarikat dengan Allah dalam penyembahan. Bahkan kaum musyrikin mengetahui dengan jelas sekali bahwasanya patung-patung tersebut tidak menimbulkan perbuatan sama sekali, tidak ada penciptaan dan tidak ada pengaruh. Jika perkaranya demikian maka menjadikan mereka sebagai syarikat bagi Allah dalam penyembahan merupakan murni kebodohan dan kedunguan” (At-Tafsiir Al-Kabiir 19/33)
Maka jelaslah bahwasanya inilah hakikat kesyirikan kaum musyrikin Arab yang mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka (baik berhala maupun para malaikat) hanyalah sebagai perantara yang mendekatkan mereka kepada Allah dan sebagai pemberi syafaat bagi mereka di sisi Allah dalam memenuhi hajat dan kebutuhan mereka di dunia. Itulah tujuan mereka menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah. Jadi mereka tidaklah sama sekali meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka (termasuk para malaikat yang mereka sembah) juga memberi manfaat dan mudhorot secara langsung. Inilah yang dipahami dari penjelasan Ibnu Jarir At-Thobari, Al-Qurthubi, dan Ibnu Katsiir rahimahumullah.
Akan tetapi hal ini hendak diingkari oleh ustadz Abu Salafy, beliau berusaha menyatakan bahwa meminta syafaat bukanlah praktek kesyirikan kaum musyrikin Arab, agar ia menggolkan pemikirannya bahwa berdoa kepada selain Allah bukanlah kesyirikan selama tidak syirik dalam rububiyah.
Abu Salafy berkata ((Dari sini dapat disaksikan bahwa kekafiran dan kemusyrikaan mereka bukan disebabkan mereka meminta syafa’at melalui perantaraan para malaikat atau beristighatsah kepada mereka. Adapun keyakinan mereka yang menyimpang bahwa para malaikat dapat mencipta, memberi rizki dan mengatur alam raya dengan Allah SWT. Tidak dengan sendirinya dapat menjadi bukti bahwa kekafiran dan kemusyrikan mereka itu disebabkan permohonan mereka kepada malaikat atau istighatsah dan bertawassul kepada mereka. Sebab syirik itu dapat terjadi dengan selain hal-hal tersebut di atas))
Ia juga berkata ((Diutusnya Nabi saw. adalah bukanlah untuk melarang manusia meminta syafa’at dari kaum Shâlihîn. Agama Ibrahim as. yang diperbaharui oleh Nabi Muhammad saw. adalah pemalsuan dan kerusakan serta penyimpangan yang diperbuat oleh kaum Musyrikûn seperti telah lewat disebutkan sebagiannya pada lembaran sebelumnya, dan juga praktik menikahi istri-istri ayah-ayah mereka, mengkonsumsi khamer, berjudi, mempekerjakan para budak wanita dalam dunia prostituisi, mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, bersujud kepada arca dan berhala, menyebut namanya ketika menyembelih binatang ternak, meninggalkan shalat dan menggantinya dengan bersiul dan tepuk tangan, mukâan wa tashdiyah, dan lain sebagainya… inilah yang mereka rusak dari ajaran agama Ibrahim as. dan untuk memperbaiki perusakan inilah Nabi Muhammad saw. diutus Allah SWT.
Adapaun larangan meminta syafa’at dari para malaikat atau nabi atau wali atau ber-tawassul dengan mereka tidaklah masuk dalam meteri da’wah Nabi saw. apalagi ia katakan sebagai tujuan utama dan inti! Justru Nabi saw. membenarkan praktik meminta syafa’at dan ber-tawssul yang pada intinya adalah memohon doa dari kaum Mukminin)) (lihat : http://abusalafy.wordpress.com/2008/02/24/kitab-kasyfu-asy-sybubuhat-doktrin-takfir-wahhabi-paling-ganas2/)
Abu Salafy berusaha untuk menggambarkan bahwasanya kesyirikan kaum muysrikin Arab adalah pada tauhid Rububiyyah, dimana mereka meyakini (sebagaimana yang dilontarkan dan ditegaskan oleh Abu Salafy) bahwasanya para malaikat dapat mencipta, memberi rizki dan m Artikel asli: https://firanda.com/278-bantahan-terhadap-abu-salafy-seri-5-hakikat-kesyirikan-kaum-muysrikin-arab.html